Selasa, 09 Februari 2010

INSPIRASI YANG HILANG

INSPIRASI YANG HILANG
HELMY FENISIA

Sudah beberapa kali aku mengetik dan berulang kalipula menekan tombol delete pada keyboard di computerku. Otakku benar-benar mampet. Sama sekali tak ada ide apalagi mood untuk membuat cerita. Sedari tadi sudah hampir seharian aku berada di depan computer, ditemani sebungkus rokok yang entah sudah berapa batang isinya kuhabiskan. Namun tidak juga ada ide yang menempel di otakku. Inspirasiku benar-benar hilang!

Karena capek dan bosan, akhirnya aku beranjak dari computerku. Duduk di dekat jendela kamarku yang berada di lantai dua. Dari atas, kulihat seorang wanita dengan pakaian kumal tengah mengais-ngais bak sampah yang lumayan besar, di depan rumah Pak Andrian yang tak jauh dari rumahku. Sementara anak-anak mengelilinginya dari jauh sambil mengejek, bahkan ada yang melemparinya. Sungguh keterlaluan, padahal ia tak mengganggu mereka.

Aku berjalan ke balkon. Dari sana aku bisa lebih jelas melihat dan mengawasi mereka bila terjadi sesuatu hal. Meski dengan rambut yang acak-acakkan dan wajah yang cemong penuh debu, aku dapat melihat garis kecantikan yang ada padanya. Hidung yang mancung dan mata yang bulat, serta bibIr yang kecil, bila tubuh kotor itu dibersihkan aku yakin semua yang melihatnya akan memandangnya kagum. Apalagi tubuhnya termasuk proposional.

Entah sudah berapa lama ia menggelandang seperti ini.
Aku juga penasaran bagaimana wanita muda itu bisa seperti ini. Apakah ia wanita desa yang datang ke kota yang tidak mempunyai kemampuan apapun dan tak ada seorang pun yang mau membantunya hingga membuatnya menjadi seperti ini. Ataukah ia malah korban dari kekejaman hidup ini, entahlah. Tapi aku dapat membayangkan seandainya wanita itu memakai gaun indah dan diberi dandanan sedikit pasti semua mata akan melirik karena terpesona oleh kecantikannya. Bagaimana tidak, bahkan dalam kekumalannya pun aku masih bisa menangkap gurat kecantikan yang terpancar. Sayang, nasibnya tak sebagus wajah yang ia miliki.

“Hoi, orang gila..orang gila…”suara anak-anak mengejeknya.

Hatiku tersentuh melihat wanita muda gelandangan itu, ia merapatkan tubuhnya di dekat bak sampak pak Andrian saat anak-anak mengejek dan melemparinya. Buru-buru aku meloncat turun dari balkon yang tak begitu tinggi dan berjalan ke luar.

Wajah cemong itu terlihat begitu memelas dan ketakutan. Inginnya aku memeluk dan menenangkannya. Tapi apa kata dunia nanti. Aku akan ditertawakan orang-orang sekampungku, dan terutama lagi aku akan diputuskan oleh Anggi kekasih tercintaku. Akhirnya aku hanya bisa menghalau anak-anak itu untuk menjauh.
“Hei, awas kalau kalian mengganggunya lagi.” Ancamku. Anak-anak itu berhamburan sambil berlari, namun ada juga yang masih berdiri di kejauhan sambil memperhatikan apa yang akan kulakukan.

Saat aku berjalan mendekat, kulihat wanita itu semakin menciutkan tubuhnya dan ketakutan memandangku. Ditutupnya wajahnya dengan kedua tangannya yang hitam penuh dengan daki itu.
Aku merogoh saku celanaku sambil mengeluarkan beberapa ribu perak, meski tidak bisa membantu banyak tapi setidaknya bisa dipakai untuk membeli makanan yang layak dimakan olehnya, begitu pikirku.

Kusentuh tangannya yang kotor tapi dia malah meronta hingga membuatku kaget.
“Ng, tenang,” ucapku agak bergetar, ”aku nggak akan mengganggumu,” kataku meyakinkan dirinya.
“Aku hanya ingin memberikan beberapa ribu ini, pakailah untuk membeli makanan.” Aku menyerahkan uang itu padanya. Untuk beberapa menit ia memandangku seakan tak percaya, namun akhirnya ia meraih uang itu dari tanganku lalu berlari meninggalkan aku.

Aku menarik nafas panjang, entah kenapa tadi ia meronta padahal aku hanya menyentuh tangannya. Tapi hei, mengapa aku merasa kalau sesuatu yang tak enak pernah terjadi padanya. Apakah mungkin ia pernah diganggu oleh lelaki lain atau bahkan mungkin diperkosa hingga membuatnya trauma. Entahlah, kurasa aku tak perlu mereka-reka atau menebak apa yang pernah terjadi padanya. Lagipula ia bukan siapa-siapa bagiku. Yang harus kulakukan adalah menyelesaikan tugasku membuat cerita, jika tidak bos-ku yang cerewet itu akan berteriak padaku, padahal hari ini adalah dead line bagiku.

Huuh, aku membuang nafas sambil kembali duduk di depan computerku. Sekejap kuisap rokokku dalam-dalam sambil berharap ada ide yang muncul di otakku. Dan tiba-tiba aku mendapatkannya. Ya, aku akan menulis tentang wanita gelandangan itu. Ya, mengapa tidak, lagipula tak ada salahnya menjadikan dia sebagai tokoh ceritaku. Tinggal diberi sedikit bumbu di sana sini sambil membayangkan suatu saat nanti ada orang yang berbaik hati menolongnya dan menjadikan dia sebagai bidadari, siapa tahu…Ah, ternyata wanita gelandangan itu secara tak sengaja telah memberiku inspirasi

TERBIT DI ANALISA RABU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar